Hi wikiters,
Setiap orang adalah pengambil keputusan. Kita mengambil keputusan setiap hari, menit, bahkan setiap detik. Mulai dari keputusan untuk sarapan apa pagi ini, hingga ke keputusan-keputusan besar seperti keputusan bisnis. Kadang keputusan yang kita ambil menyenangkan hati kita, namun tak jarang pula keputusan yang kita ambil justru mengecewakan diri kita sendiri karena kita anggap sebagai keputusan yang salah.
Kapan terakhir kali wikiters mengambil keputusan besar dalam hidup wikiters?
Pemahaman yang baik tentang perilaku kita ketika mengambil keputusan akan sangat membantu kita membuat keputusan yang baik. Iya, perilaku kita. Perilaku seorang manusia yang sangat kompleks.
Selama bertahun-tahun aku mempelajari perilakuku dalam mengambil keputusan dan mengobservasi perilaku orang lain juga. Hingga saat ini, aku mulai paham bahwa pengambilan keputusan ternyata suatu aktivitas yang sangat kompleks.
Dulu aku pernah bekerja di sebuah perusahaan, posisiku sebagai seorang staff akuntansi. Aku sering mengobservasi bagaimana bos atau atasanku mengambil keputusan. Kadang aku terpukau oleh cara atasanku mengambil keputusan, karena sangat cepat dan meyakinkan. Tapi tak jarang pula keputusan strategis yang ia ambil sangat tidak masuk akal dan cenderung susah untuk direalisasikan.
Setelah observasi yang panjang, akhirnya aku paham bahwa ternyata pengambilan keputusan itu melibatkan dua aspek yaitu analisis dan intuisi.
Ada keputusan yang diambil menggunakan analisis yang logis, ada keputusan yang diambil dengan cara yang sangat intuitif, dan ada juga keputusan yang diambil dengan cara logis dan intuitif. Cara yang mana yang paling efektif? In my opinion, cara terbaik adalah dengan melibatkan keduanya yaitu analisis dan intuisi.
Aku sudah mengenal beragam orang yang sangat intuitif dalam mengambil keputusan. Intuisi yang kuat tersebut bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengalaman, keyakinan pada agama, spiritualitas, budaya, kepribadian, sumber daya yang dimiliki, jabatan, dan faktor-faktor lain.
Misalnya, dulu atasanku sangat intuitif dalam menentukan strategis bisnis. Tanpa analisis ekonomi yang logis, beliau sering ingin membuat ini dan itu. Seperti membuat cabang bisnis baru, membuat usaha baru, merekrut orang baru. Namun banyak dari keputusan strategisnya tidak terealisasi karena kurangnya analisis ekonomi yang baik.
Oleh karena pengambilan keputusan sering melibatkan intuisi yang kuat, seringkali kita terpapar bias kognitif yang menyebabkan keputusan yang kita ambil tidak efektif. Bias kognitif mengacu pada kecenderungan individu untuk membuat kesalahan sistematis dalam proses pengambilan keputusan (Kahneman & Tversky, 1972). Salah satu ciri bias kognitif ini yaitu dilakukan secara tak sadar dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip logika, penalaran probabilitas, dan kredibilitas ((Hans) Korteling & Toet, 2022).
Nah, dalam artikel yang singkat ini aku akan berbagi kepada wikiters mengenai bias-bias dalam pengambilan keputusan ya.. Memahami bias-bias ini akan sangat membantu kita untuk melakukan pengambilan keputusan yang lebih baik dan efektif.
Namun, ini hanya pengenalan, jadi aku hanya menyediakan definisi singkatnya saja.
Jenis-jenis Bias Kognitif (Kahneman & Tversky, 1972):
- Acquiescence : Kecenderungan untuk tidak mengoreksi kesalahan berpikir yang terdeteksi atau bias), Tendensi untuk setuju daripada tidak setuju (“yea-saying”) ketika ragu.
- Action bias : Kecenderungan untuk memilih tindakan bahkan ketika tidak ada justifikasi rasional untuk menyimpang dari opsi default tidak melakukan tindakan).
- Anchoring bias : Bias mempengaruhi keputusan ke arah informasi yang diperoleh sebelumnya.
- Authority bias : Kecenderungan untuk mengatribusikan akurasi yang lebih besar pada pendapat tokoh otoritas (tidak terkait dengan kontennya) dan lebih dipengaruhi oleh pendapat tersebut).
- Availability bias : Kecenderungan untuk menilai frekuensi, pentingnya, atau kemungkinan suatu peristiwa berdasarkan kemudahan diingatnya contoh-contoh relevan.
- Efek bandwagon : Kecenderungan untuk mengadopsi keyakinan dan perilaku lebih banyak ketika sudah diadopsi oleh orang lain.
- Neglengsi angka dasar : Kecenderungan untuk memilih informasi spesifik daripada informasi umum.
- Belief bias : Kecenderungan untuk menggantungkan kekuatan atau relevansi suatu gagasan pada kepercayaan kesimpulan daripada pada argumennya.
- Bias buta terhadap biasa : Kecenderungan untuk mengenali penalaran yang bias pada orang lain, sementara gagal memperhatikan bias kita sendiri.
- Disonansi kognitif : Kecenderungan untuk mencari dan memilih informasi yang konsisten untuk mencoba mengurangi ketidaknyamanan ketika dihadapkan pada fakta yang menentang pilihan, kepercayaan, dan nilai-nilai kita sendiri.
- Confirmation bias : Kecenderungan untuk memilih, menafsirkan, fokus, dan mengingat informasi dengan cara yang mengkonfirmasi praduga, pandangan, dan harapan kita sendiri.
- Conformity bias : Kecenderungan untuk menyesuaikan pemikiran dan perilaku dengan standar kelompok.
- Fallasi konjungsi : Kecenderungan untuk menganggap kombinasi kondisi lebih mungkin terjadi daripada hanya satu kondisi saja.
- Efek default : Kecenderungan untuk memilih opsi yang akan diperoleh jika tidak melakukan apa-apa ketika diberi pilihan antara beberapa opsi.
- Bias egosentris : Kecenderungan untuk terlalu mengandalkan sudut pandang kita sendiri dan gagal mempertimbangkan situasi dari perspektif orang lain.
- Efek kepemilikan : Kecenderungan untuk menghargai atau lebih memilih benda yang sudah dimiliki dibandingkan yang belum dimiliki.
- Familiarity bias : Kecenderungan untuk memfavoritkan hal-hal yang akrab dibandingkan yang tidak akrab.
- Focusing illusion : Kecenderungan untuk terlalu menekankan satu atau beberapa aspek dari suatu peristiwa atau situasi.
- Framing bias : Kecenderungan untuk memutuskan berdasarkan cara informasi disajikan (dengan konotasi positif atau negatif), bukan hanya pada fakta-faktanya saja.
- Groupthink : Praktik berpikir atau mengambil keputusan secara kelompok, yang sering menghasilkan pengambilan keputusan berkualitas rendah yang tidak dipertanyakan.
- Adaptasi hedonik : Kecenderungan untuk cepat kembali ke tingkat kebahagiaan yang relatif stabil meskipun ada peristiwa positif atau negatif yang signifikan.
- Herd behavior : Penyesuaian pemikiran dan perilaku individu dalam kelompok tanpa arahan terpusat.
- Hindsight bias : Kecenderungan untuk secara salah mempersepsikan peristiwa sebagai tak terhindarkan atau lebih mungkin terjadi setelah peristiwa tersebut terjadi.
- Diskon hiperbolik : Kecenderungan untuk memilih imbalan yang lebih kecil yang datang lebih cepat daripada imbalan yang lebih besar yang datang kemudian.
- Bias korban yang dapat diidentifikasi : Kecenderungan untuk mengeluarkan sumber daya yang lebih besar untuk orang tertentu yang dapat diidentifikasi (“korban”) daripada untuk kelompok yang besar dan tidak jelas dengan kebutuhan yang sama).
- Bias kelompok : Kecenderungan untuk memihak kelompok sendiri daripada kelompok lain.
- Illusi pengetahuan : Kecenderungan bagi orang awam untuk melebih-lebihkan kompetensi mereka sendiri.
- Aversi terhadap kerugian : Kecenderungan untuk lebih memilih menghindari kerugian daripada memperoleh keuntungan yang setara.
- Bias kenormalan : Kecenderungan untuk meremehkan baik kemungkinan terjadinya bencana maupun konsekuensinya, dan percaya bahwa segala sesuatu akan selalu berfungsi seperti biasanya.
- Omission bias : Kecenderungan untuk memihak kesalahan kelalaian daripada kesalahan tindakan.
- Optimism bias : Kecenderungan untuk memperkirakan probabilitas peristiwa positif yang lebih tinggi dan memperkirakan probabilitas peristiwa negatif yang lebih rendah.
- Bias hasil : Kecenderungan untuk mengevaluasi keputusan berdasarkan hasilnya daripada faktor-faktor yang menyebabkan keputusan tersebut.
- Heuristik prioritas : Mendasarkan keputusan hanya pada satu informasi dominan.
- Timbal balik : Kecenderungan untuk merespons tindakan positif dengan tindakan positif lainnya dan kesulitan berutang budi kepada orang lain.
- Bias representativitas : Kecenderungan untuk menilai kemungkinan entitas berdasarkan sejauh mana entitas tersebut “menyerupai kasus yang khas” daripada berdasarkan base rate yang sederhana.
- Bias kelangkaan : Kecenderungan untuk memberikan nilai subjektif yang lebih besar pada benda-benda yang sulit didapatkan atau yang lebih diminati.
- Bias perbandingan sosial : Kecenderungan untuk tidak menyukai atau merasa kompetitif terhadap teman sebaya yang dianggap lebih baik secara fisik atau mental.
- Bukti sosial : Kecenderungan untuk meniru atau meniru tindakan dan pendapat orang lain, menyebabkan (kelompok dari) orang-orang tersebut konvergen terlalu cepat pada satu pilihan yang jelas.
- Bias status quo : Kecenderungan untuk memilih keadaan yang ada saat ini.
- Stereotyping : Keyakinan umum yang berlebihan tentang karakteristik suatu kategori tertentu dari orang.
- Bias cerita : Kecenderungan untuk menerima dan mengingat cerita yang konsisten dan masuk akal dengan lebih mudah daripada fakta-fakta sederhana.
- Fallasi biaya yang telah dikeluarkan : Kecenderungan untuk terus-menerus melanjutkan kursus atau investasi yang dipilih dengan hasil negatif daripada mengubahnya.
- Bias kelangsungan hidup : Kecenderungan untuk fokus pada elemen-elemen yang selamat dari proses seleksi, sementara mengabaikan yang tereliminasi.
- Justifikasi sistem : Kecenderungan untuk percaya bahwa sistem saat ini adalah adil dan benar, membenarkan ketidakakuratan atau ketidaksetaraan yang ada di dalamnya.
- Tragedi umum : Kecenderungan untuk memprioritaskan kepentingan pribadi daripada kebaikan umum masyarakat.
Referensi
(Hans) Korteling, J.E. (2020). Reference Module in Neuroscience and Biobehavioral Psychology || Cognitive Biases. , (), –. doi:10.1016/B978-0-12-809324-5.24105-9